Itulah yang dinyatakan Nana Sastrawan dihadapan ratusan siswa SMK Kebangsaan Tangerang. Pada kesempatan yang langka bersama Nana Sastrawan, para pelajar memanfaatkan waktu untuk menyimak dan mempelajari tehnis dalam kepenulisan. Suasana yang dingin, angin berhembus dan keadaan yang tenang membuat acara berlangsung secara meriah, selain itu Nana Sastrawan juga memberikan permainan yang menarik agar para pelajar tidak bosan dalam mengikuti workshop bersama Nana Sastrawan.
Penulis yang mendapatkan penghargaan Acarya Sastra IV Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2015 ini sangat senang berbagi ilmu dalam dunia menulis, dia tidak sungkan datang ke komunitas-komunitas, sekolah, kampus bahkan masyarakat pinggiran untuk mengkampanyekan gerakan menulis dan membaca. Semua kegiatannya dibiayai sendiri, meskipun terkadang ada instansi-instansi yang membiayai.
“Anak remaja harus sering curhat dalam tulisan, jangan melampiaskan perasaan marah, kecewa, sedih atau senang sama narkoba, nanti yang ada bukan dapet duit, malah ngeluarin duit!” ucapnya di sela-sela ceramah dihadapan ratusan siswa.
Menulis memang menuangkan isi pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang, bisa berupa fiksi atau non fiksi, sehingga orang-orang yang menulis akan semakin dapat mawas diri dalam perkembangannya. Ya, pada dasarnya setiap remaja memang membutuhkan media untuk bercerita, tentang apa saja karena remaja-remaja masih labil butuh sebuah sandaran. Menulis adalah media sekaigus terapi yang baik dan murah. Disaat segala perasaan terbebaskan, maka ekspresi dalam diri remaja juga tersalurkan, mereka akan mudah meredam diri dalam melakukan segala hal.
Di dunia perkotaan, hubungan keluarga dan para pelajar terkadang terputus mata rantainya, akibat kesibukan jam kota. Orang tua merasa dirinya hanya bertugas untuk membiayai anaknya sekolah, sehingga mereka bekerja keras, banting tulang agar anaknya bisa sekolah. Itulah yang membuat komunikasi tidak lancar, anak-anak tidak memiliki ruang untuk berbincang, mengeluarkan unek-unek dan lainnya.
“Kamu, suka membaca tidak?”
“Suka, Kak.”
“Pernah merasa ingin seperti tokoh yang dibaca?”
“Pernah.”
“Nah itu, mengapa kalian tidak menciptakan tokoh yang kalian inginkan sendiri? Dan pada dasarnya, keinginan kalian pasti ingin menjadi orang yang baik-baik. Sehingga menulis menuntun kalian pada kebaikan.”
Tanya Nana Sastrawan kepada seorang pelajar, semua memandang ke arah orang yang dituju. Semua menikmati kegiatan tersebut. Para pelajar pun diberikan kebebasan untuk menulis, menuangkan isi pikirannya dalam sebuah tulisan. Sehingga selesai acara, mereka merasa lega, seperti menjadi orang yang baru, dengan semangat yang menggebu-gebu, ditambah cuaca yang segar di Cileumbeur, kawasan Bogor.