Puisi, selalu membawa Nana Sastrawan dalam sebuah gerakan, perkumpulan atau kreativitas seperti pementasan teater, film, dan lomba-lomba seni membaca puisi. Sekitar lima bulan yang lalu, Nana Sastrawan diundang oleh beberapa mahasiswa Unis untuk singgah ke kantor sektretariat badan mahasiswa, dengan sebungkus rokok dan segelas kopi Nana Sastrawan memberikan sedikit tentang wawasannya dalam sastra dan kegiatan sastra. Dalam pertemuan itu, lahirlah sebuah gerakan untuk merayakan The second Anniversary ‘Panggung Hitam’ sebuah komunitas kampus yang telah bergerak dibidang seni dan budaya dengan tema ‘Pejuang Sastra Membangun Bangsa’.
Kegiatan itu diisi oleh lomba seni membaca puisi. Dalam waktu seminggu para mahasiswa Unis bergerak mempromosikan kegiatan itu, dan ajaib, terkumpul sekitar 50an peserta dari berbagai kalangan dan daerah di sekitar Tangerang. Sastra, khususnya puisi memang memiliki kekuatan magis yang menggerakan hati setiap orang. Nana Sastrawan dan para mahasiswa Unis mengkonsep dan memilih puisi-puisi yang akan dibacakan. Terpilihlah, puisi-puisi para penyair Nasional yang tidak diragukan lagi kiprahnya dalam membangun bangsa ini, seperti Chairil Anwar, WS. Rendra, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono dll.
“Sastra milik semua orang, bukan hanya untuk penyair, seniman, sastrawan, budayawan para ahli akademisi dan kritikus. Sastra berasal dari masyarakat, maka harus kembali ke masyarakat,” ucap Nana Sastrawan.
Puisi memang masih dianggap tabu dikalangan masyarakat, bahkan seni membaca puisi terkadang dianggap aneh dan sinting, padahal, kalau dipikir-pikir puisi bisa saja menjadi pondasi untuk belajar berpidato, deklamasi atau berperan. Puisi sangat lentur dan dinamis, dia bisa menyusup ke ruang apa saja dan warna apa saja. Para peserta, sangat antusias mengikuti ‘tehnical meeting’ sekaligus ‘workshop sastra’ diskusi dan berdebatan pun tergelar, mereka semakin bersemangat.
Nana Sastrawan dalam memberikan arahannya pun sangat santai dengan bahasa-bahasa sederhana. Di satu sisi, dia juga memberikan informasi tentang juknis nasional dalam aturan lomba seni membaca puisi. Dia juga menjelaskan pentingnya, intonasi, ekspresi dan penghayatan yang terkadang luput diperhatikan. Hingga petang, kegiatan itu terus berlangsung dengan meriah, bahkan dalam pelaksanaan lombanya, hingga jam 10 malam, peserta masih tetap duduk dan menyaksikan dengan penuh semangat, sambil berharap-harap cemas menunggu giliran tampil ke depan untuk membaca puisi.
Silakan di klik di sini peserta yang membaca puisi dalam lomba tersebut. https://www.youtube.com/watch?v=M5BEo8EIxCg